Dalam dunia lembaga akuntansi, ada yang namanya kode etik profesi
akuntansi. Seorang akuntan professional harus memiliki Etika Profesi Akuntansi.
Seperti yang sudah dijelaskan pada postingan sebelumnya, dapat dilihat disini.
Meski sudah terdapat prinsip-prinsip yang diatur bagaimana para akuntan harus
bertindak namun pada nyatanya penyimpangan yang dilakukan oleh para akuntan banyak
terjadi. Dibawah ini akan dijelaskan secara singkat beberapa kasus yang terjadi
pada Etika Profesi Akuntansi.
Sumber :
No
|
Kasus / Perusahaan
|
Keterangan
|
1.
|
PT Muzatek Jaya
2004
|
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan
Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP. Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2
tahun yang terhitung sejak 15 maret 2007, Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan
sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran
atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan
pemeriksaan audit terhadap Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku
31 Desember 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu Petrus juga
melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu Petrus
melaksanakan audit umum terhadap Lap. Keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur
Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001
hingga tahun 2004.
|
2.
|
PT KAI
|
Transparansi serta kejujuran dalam
pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik Negara,
yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang
diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp.
6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus
dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta
Api Indonesia telah tiga tahun tidak menagih pajak pihak ketiga. Tetapi,
dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.
Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam
pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia
memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan
persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang
menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan
pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia
seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada
pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap
dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga
keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga,
manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
|
3.
|
PT. Great River International, Tbk
|
PT. Great River International sendiri mulai
mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut
diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas
utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit
Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit
Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995.
PT Great River International memperkirakan
jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada
Citibank, adalah sebesar US $179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki
diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River
International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per
September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih
membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great
River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta
(BEJ).
Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham
PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi
Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan
dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit
investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf &
Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan
soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau
seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan
modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan
menjadi saham perseroan.
|
4.
|
Malinda
Dee - Citibank
|
Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas
kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana
nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir
transfer.
Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni.
Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir transfer Citibank nomor AM
93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan
tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT.
Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta.
Pemalsuan tanda
tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan
penerima PT. Abadi Agung Utama. Juga dengan menggunakan nama serta
tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada
formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 Desember 2010
dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 Januari 2011. Pun pemalsuan
dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp.
50 juta tanggal 28 Januari 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
|
5.
|
Mulyana W Kusuma
|
Kasus ini terjadi
sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga
menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan
dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu
kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan,
BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumya, kecuali
untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan
diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
|
6.
|
PT. Kimia Farma
Tbk
|
Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam
menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur
rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan
Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp
32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul
pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul
karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan.
|
7.
|
Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010
|
Seorang akuntan publik yang menyusun laporan
keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan hutang atau pinjaman modal
senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi pada
tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit macet. Terungkapnya hal
ini setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus tersebut pada kredit macet
yang digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang otomotif
tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi
Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut, Selasa
[18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan dicocokkan
keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan
dari Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir
keterangan tersangka dengan para saksi Biasa Sitepu, terungkap ada terjadi
kesalahan dalam pelaporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman
modal ke BRI Cabang Jambi. Ada 4 aktivitas
data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh
akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan
ditemukan dugaan korupsi-nya.
Kasus kredit macet itu terungkap, setelah pihak
kejaksaan menerima laporan tentang adanya penyalah-gunaan kredit yang
diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor. Sementara
ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2 tersangka, yaitu Zein Muhamad
sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan kredit dan Effedi Syam dari pihak
BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai pengajuan sebuah kredit.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar