Sumber |
Kasus
pelanggaran kode etik akuntansi, pada Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi
melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River
Internasional, Tbk. yang menyebabkan mengalami penggelembungan akun penjualan,
piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan PT Great
River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan
gagal dalam membayar utang. Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan
keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
Oleh Sebab itu Menteri
Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin
akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan
dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun
2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah pertanyaan apakah
trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru
ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi
trik rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti
permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks
inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi
auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut
berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik.
Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan
dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan
keputusan.
PT. Great River International sendiri mulai mengalami kesulitan
keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) ke Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan
permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta
yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari
1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable
Onshore tanggal 16 November 1995.
PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang
telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US
$179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar
Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan
laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode
yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar.
Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan
kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos
luar biasa dari hasil restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari
total utang sebesar 172,5 juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang
(hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya
membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang,
karena ada koreksi pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung,
pendapatan dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai
(cashflow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi
positif. Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini
mengalami kesulitan keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya
nilai tukar dollar AS terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke
atas. Proses restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun,
sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan
scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River
International Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir
Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan
pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap
perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November
2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi
seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi
saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan
dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan.
Kronologi
Kasus
23 November 2005
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas
penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31
Desember 2003; dan
b. Penambahan aktiva tetap
perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi,
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya
indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil
tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat
konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan
atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan
tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum
terkait.
29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan
Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT
GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi
PT GRI oleh Bank Mandiri.
17 Mei 2006
Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya
tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung
(Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November 2006
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember
2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama
dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan
Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International
Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04 Desember 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River
Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan
penyampaian laporan keuangan:
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006
08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor
investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar
rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan
gagal membayar utang.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu.
Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini
atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam
rekayasa dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,”
katanya.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
20 Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah
melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung
pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi
perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya,
Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang
menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
02 April 2007
Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005
tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah
berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International
Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai
kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan
Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi
tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor
I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali
(Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham
Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan
Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1. Mengalami kondisi, atau peristiwa,
yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha
Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap
kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan
Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2. Saham Perusahaan
Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya
diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir.
Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk
menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku
efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang
mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum
dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial
Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan
Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan
Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan
Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan
pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat
dikeluarkannya pengumuman ini.
EVALUASI:
Seorang akuntan publik bertugas memeriksa
laporan keuangan perusahaan untuk kepentingan diluar manajemen serta memberikan
pendapat terhadap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk lebih
meyakinkan laporan keuangan yang disusun manajemen sudah wajar atau tidak. Dari
kasus di atas terlihat bahwa akuntan publik melakukan kesalahan dalam mengaudit
laporan keuangan, akuntan dengan emitennya diindikasikan terlibat konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil. Padahal tugas akuntan sendiri sudah jelas
yaitu hanya memberikan pendapat atau opini tentang kewajaran suatu perusahaan, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. Akibat adanya rekayasa
terhadap laporan keuangan ini perusahaan mengalami kesulitan arus kas dan gagal
dalam membayar hutang. Bapepam menemukan
kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang
dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan
penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akuntan publik yang diharapkan dapat
membantu perusahaan untuk memberikan kewajaran namun menimbulkan masalah baru,
yang berakibat fatal yaitu perusahaan di delisting oleh Bapepam dikarenakan utang
yang tak mampu diselesaikan dan terlambatnya penyampaian laporan keuangan
terhadap publik. Sebaiknya akuntan publik mengerjakan tugasnya sesuai dengan
aturan yang ada, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
ini.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar