Untuk mencapai
keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman
perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ
perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan
etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode perilaku
korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan
sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap
peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan
aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Kode perilaku
korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya,
karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan
usahanya.
Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan
adalah:
· Setiap
perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap
moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
· Untuk dapat
merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus
memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua
karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya
perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·
Nilai-nilai dan
rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Manfaat Code of Conduct antara lain :
· Menciptakan
suasana kerja yang sehat dan nyaman dalam lingkungan perusahaan.
· Membentuk karakter individu perusahaan yang disiplin dan beretika dalam
bergaul dengan sesama individu dalam perusahaan maupun dengan pihak lain di
luar perusahaan.
· Sebagai pedoman
yang mengatur, mengawasi sekaligus mencegah penyalahgunaan wewenang dan jabatan
setiap individu dalam perusahaan.
· Sebagai acuan
terhadap penegakan kedisiplinan.
· Menjadi acuan perilaku bagi individu dalam perusahaan untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholder perusahaan.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap
kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah
dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan
bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance,
diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
·
Code of
Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi
antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
· Code of Conduct
(Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang
harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
· Board Manual,
Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban,
Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi
serta panduan Operasional Best Practice.
· Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
· An Auditing
Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing
Committee along with its Scope of Work.
· Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite
Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi
terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
a. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of
Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan
Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan
identitas yang jelas dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap
laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi
dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan
kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh
karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang
dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian
sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran
pedoman ini.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada
dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Contoh Kasus :
JAKARTA.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) lama-lama gerah
juga melihat semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan
emiten pasar modal.
Nurhaida,
Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah mempertimbangkan
untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas pengawasan
terhadap emiten pasar modal.
Dalam
beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu
adalah komite yang dibawahi oleh dewan komisaris sebuah emiten. Komite itu
bertugas memberikan pendapat ke dewan komisaris terhadap laporan atau segala
hal yang disampaikan direksi kepada dewan komisaris.
Komite
ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh dewan
komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan ketaatan terhadap
aturan perundang-undangan.
Komite
audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan
komisaris. Intinya, komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata
kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance).
Bapepam-LK
menilai, keberadaan komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin
kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang
merupakan masukan dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama,
persyaratan anggota komite audit. Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI
menuturkan, anggota komite audit ke depan harus merupakan anggota organisasi
profesi. "Jika nanti terjadi penyimpangan oleh anggota komite audit,
organisasi profesi yang bertanggung jawab," ujar dia. Misalnya, akuntan
mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kedua,
adalah pembatasan jumlah anggota komite audit, yakni cukup tiga sampai lima
orang saja. Ketiga, "Masa jabatan juga perlu dibatasi agar independensinya
tetap terjaga," imbuh Kanaka.
Etty
Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Informasi,
mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai akhir tahun ini.
Analisis :
Lemahnya tata kelola perusahaan mengakibatkan semakin
maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar modal yang mengakibatkan
diperlukan adanya revisi terhadap aturan Bapepam untuk meningkatkan kualitas
pengawasan terhadap emiten pasar modal itu sendiri. Menurut saya dalam kasus
seperti ini memang harus segera dilakukan tindakan yang nyata untuk
meminimalisir timbulnya penyalahgunaan status kepegawaian. Seperti yang sudah
dijelaskan dalam kasus diatas bahwa otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki
Komite Audit. Dimana keberadaan komite audit ini perlu diperkuat seiring dengan
semakin kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Selain itu adanya revisi
dalam aturan Bapepam seperti anggota komite audit ke depannya harus merupakan
anggota organisasi profesi dan pembatasan jumlah anggota komite audit. Hal ini
sebaiknya tidak hanya wacana semata melainkan dapat dilakukan tindakan yang
nyata dengan membuat tata kelola perusahaan yang baik sehingga
kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya system good corporate govermance dapat segera teratasi dan tidak dapat
terulang kembali.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar